IMBALAN DAN GAYA KEPEMIMPINAN PENGARUHNYA
TERHADAP
KEPUASAN KERJA KARYAWAN
LATAR
BELAKANG
Setiap
organisasi baik itu swasta
maupun
pemerintah akan berupaya dan
berorientasi
pada tujuan jangka panjang yaitu
berkembangnya
organisasi yang diindikasikan
dengan
meningkatnya pendapatan, sejalan
pula
dengan meningkatnya kesejahteraan para
pegawainya.
Namun dalam prakteknya untuk
mencapai
tujuan tersebut organisasi sering
menghadapi
kendala, yang salah satu
faktornya
adalah ketidakpuasan kerja dari para
pegawainya.
Sebagai akibatnya dapat berpengaruh kepada kinerja pegawai maupun
kinerja
organisasi secara keseluruhan.
Indikator
kepuasan atau ketidakpuasan
kerja
pegawai dapat diperlihatkan oleh beberapa aspek diantaranya :
a.
Jumlah kehadiran pegawai atau jumlah
kemangkiran.
b.
Perasaan senang atau tidak senang dalam
melaksanakan
pekerjaan.
c.
Perasaan adil atau tidak adil dalam menerima imbalan.
d.
Suka atau tidak suka dengan jabatan yang
dipegangnya.
e.
Sikap menolak pekerjaan atau menerima
dengan
penuh tanggung jawab.
f.
Tingkat motivasi para pegawai yang tercermin dalam perilaku pekerjaan.
g.
Reaksi positif atau negatif terhadap kebijakan organisasi.
h.
Unjuk rasa atau perilaku destruktif lainnya.
Berkenaan
dengan masalah kepuasan
kerja
pegawai tersebut, sebenarnya banyak
faktor
yang mempengaruhi ketidakpuasan
pegawai
dalam pekerjaannya diantaranya adalah
sistem imbalan yang dianggap tidak adil
menurut
persepsi pegawai. Karena setiap
pegawai
akan selalu membandingkan antara
rasio
hasil dengan input dirinya terhadap rasio
hasil
dengan input orang lain. Perlakuan yang
tidak
sama baik dalam reward maupun punishment merupakan sumber kepuasan atau
ketidakpuasan pegawai.
Di
samping sistem imbalan, faktor lain
yang
berpengaruh terhadap ketidakpuasan
kerja
adalah sistem karir yang tidak jelas juga
merupakan
sumber ketidakpuasan pekerjaan.
Tidak
adanya penghargaan atas pengalaman
dan
keahlian serta promosi yang tidak dirancang dengan benar dapat menimbulkan
sikap
apatis
dalam bekerja serta tidak memberikan
harapan
yang lebih baik di masa depan.
Ketidakpuasan
kerja dapat pula ditimbulkan oleh isi
dari pekerjaan itu sediri, misalnya seseorang yang tidak menyukai berhadapan
dengan orang banyak justru diberikan
jabatan
pada public relation, orang yang tidak
suka
dengan pekerjaan yang berhubungan
dengan
angka ditempatkan pada bagian anggaran atau perencanaan dan keuangan, tentu
saja
hal itu dapat menyebabkan ketidakpuasan
kerja.
Faktor
pengaruh lain yang perlu dipertimbangkan adalah
konteks pekerjaan atau
lingkungan
pekerjaan seperti, gaya kepemimpinan penyelia, hubungan dengan rekan kerja,
dan
lain-lain.
Meskipun
banyak faktor yang dapat
mempengaruhi
kepuasan kerja pegawai dalam
suatu
organisasi tetapi mengingat keterbatasan penulis untuk mengupas seluruh faktor
penyebabnya
maka setelah dilakukan studi
awal
(penjajagan) kepada obyek penelitian
yaitu
Balai Besar Industri Hasil Pertanian
(BBIHP),
penulis akan membatasi kepada dua
variabel
bebas yaitu sistem imbalan dan gaya
kepemimpinan
saja.
Penelitian
yang dilakukan akan diarahkan pada pengumpulan dan analisis data
untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh dan
korelasi
pada persepsi pegawai mengenai:
1.
Imbalan yang diterima pegawai BBIHP
terhadap
kepuasan kerjanya.
2.
Gaya kepemimpinan atasan terhadap
kepuasan
kerja para pegawainya.
3.
Sistem imbalan dan gaya kepemimpinan
secara
bersama-sama terhadap kepuasan
kerja
pegawai BBIHP.
Untuk lebih mengefektifkan proses
pengumpulan
data dan pengolahannya perlu
diidentifikasi
aspek-aspek yang akan diteliti
dan
menjadi ruang lingkup penelitian, yaitu :
1.
Kondisi psikologis yang menyangkut tingkat kepuasan umum para pegawai dalam
melaksanakan
pekerjaan atau menerima
tugas
yang dibebankan kepadanya. Oleh
karena
itu dalam penelitian perlu melihat
aspek-aspek
yang menjadi indikator
kepuasan
seperti : kesukaan dalam melaksanakan pekerjaan, kehadiran di tempat
kerja,
motivasi kerja, tanggung jawab,
reaksi
atas kebijakan, potensi destruktif,
dan
lain-lain.
2.
Persepsi pegawai terhadap sistem imbalan
yang
diberlakukan meliputi: gaji pokok,
tunjangan,
insentif, uang lembur, hadiah,
cuti,
serta penghargaan yang diterima3. Persepsi pegawai terhadap gaya kepemimpinan
dengan mengacu kepada tiga
jenis
gaya kepemimpinan yaitu : autokratik, partisipatif, dan bebas-kendali.
Aspek-aspek
tersebut akan digali dari
para
responden yaitu pegawai BBIHP melalui
instrumen
penelitian kuesioner yang didesain
untuk
kepentingan penelitian, tujuan yang telah
ditetapkan
serta menelaah catatan-catatan dan
laporan-laporan
yang relevan untuk melengkapi data dan analisisnya.
B.LANDASAN
TEORI
Kepuasan Kerja
Kepuasan
kerja adalah suasana psikologis tentang perasaan menyenangkan atau
tidak
menyenangkan terhadap pekerjaan
mereka
(Davis, Keith, 1985). Sementara itu
Porter
dan Lawler dalam Bavendam, J. (2000)
menjelaskan
bahwa kepuasan kerja merupakan bangunan unidimensional, dimana seseorang
memiliki kepuasan umum atau ketidakpuasan dengan pekerjaannya.
Vroom
sebagaimana dikutip oleh Ahmad, M.A. Roshidi (1999) mendefinisikan
kepuasan
kerja sebagai satu acuan dari orientasi yang efektif seseorang pegawai terhadap
peranan
mereka pada jabatan yang dipegangnya saat ini. Sikap yang positif terhadap
pekerjaan secara konsepsi dapat dinyatakan sebagai kepuasan kerja dan sikap
negatif
terhadap
pekerjaan sama dengan ketidakpuasan. Definisi ini telah mendapat dukungan
dari
Smith dan Kendall (1963) yang menjelaskan bahwa kepuasan kerja sebagai perasaan
seseorang
pegawai mengenai pekerjaannya.
Secara
sederhana, job satisfaction dapat
diartikan
sebagai apa yang membuat orangorang menginginkan dan menyenangi pekerjaan. Apa
yang membuat mereka bahagia dalam pekerjaannya atau keluar dari pekerjaanya.
Menurut
Robin dalam Siahaan, E. E.
Edison
(2002) menyebutkan sumber kepuasan
kerja
terdiri atas pekerjaan yang menantang,
imbalan
yang sesuai, kondisi/ lingkungan kerja
yang
mendukung, dan rekan kerja yang
mendukung.
Indra, Hary (…) dalam
penelitiannya
menyebutkan bahwa faktor yang
mempengaruhi
kepuasan kerja pegawai
secara
signifikan adalah : faktor yang
berhubungan
dengan pekerjaan, dengan
kondisi
kerja, dengan teman sekerja, denganpengawasan, dengan promosi jabatan dan
dengan
gaji. Dari keenam faktor tersebut yang
paling
dominan adalah faktor yang
berhubungan
dengan kondisi kerja, yaitu
dengan
korelasi 0,6997 atau sebesar 69,97%.
Smith,
Kendal dan Hulin dalam
Bavendam,
J. (2000) mengungkapkan bahwa
kepuasan
kerja bersifat multidimensi dimana
seseorang
merasa lebih atau kurang puas
dengan
pekerjaannya, supervisornya, tempat
kerjanya
dan sebagainya. Porter dan Lawler
seperti
juga dikutip oleh Bavendam, J. (2000)
telah
membuat diagram kepuasan kerja yang
menggambarkan
kepuasan kerja sebagai
respon
emosional orang-orang atas kondisi
pekerjaannya.
Kepuasan
kerja bersifat multidimensional maka kepuasan kerja dapat
mewakili
sikap secara menyeluruh (kepuasan
umum)
maupun mengacu pada bagian
pekerjaan
seseorang. Artinya jika secara
umum
mencerminkan kepuasannya sangat
tinggi
tetapi dapat saja seseorang akan
merasa
tidak puas dengan salah satu atau
beberapa
aspek saja misalnya jadwal liburan
(Davis,
Keith. 1985).
Konsekuensi
dari kepuasan kerja dapat
berupa
meningkat atau menurunnya prestasi
kerja
pegawai, pergantian pegawai (turnover),
kemangkiran,
atau pencurian (Davis, Keith,
1985).
Sistem
Imbalan (Reward System)
Imbalan
merupakan pemberian kepada
pegawai
atau sesuatu yang diterima pegawai
sebagai
balas jasa atas prestasinya kepada
perusahaan
dalam melaksanakan pekerjaan.
Imbalan
ekonomi biasanya diberikan dalam
bentuk
gaji, upah, tunjangan, bonus, insentif,
dan
lain-lain.
Para
ahli umumnya membagi imbalan
menjadi
2 kelompok yaitu imbalan intrisik dan
imbalan
ekstrinsik. Imbalan intrinsik adalah
imbalan
yang bersumber dari diri para pegawai
sendiri
seperti penyelesaian tugas, prestasi,
otonomi,
perkembangan pribadi. Sedangkan
imbalan
ekstrinsik adalah imbalan yang
berasal
dari luar pegawai seperti gaji dan tunjangan, interpersonal (status dan
pengakuan),
serta
promosi (Gibson, James L. et.al., 1982;
Davis,
Keith. 1985).
Untuk
lebih memfokuskan pembahasan
dalam
penelitian ini penulis hanya membahasimbalan yang bersumber dari luar atau
disebut
juga
dengan imbalan ekstrinsik terutama imbalan yang berbetuk uang seperti gaji,
tunjangan dan lain-lain.
Penelitian
yang menghubungkan antara
imbalan
terutama gaji dengan kepuasan kerja
dilakukan
oleh para peneliti seperti Kalleberg
(1974),
Locke, E.A. (1973), Ronen et al (1973),
dan
Vroom, V.H. (1964) hasil penelitiannya
menyimpulkan
terdapat hubungan positif
antara
gaji dengan prestasi kerja. Lawler, E.E.
and
Porter, L.W. (1966) melaporkan terdapat
hubungan
yang signifikan antara gaji dengan
kepuasan
kerja.
Gaya
Kepemimpinan (Leadership Style)
Kepemimpinan
adalah kemampuan
untuk
mempengaruhi orang lain untuk
mencapai
tujuan dengan antusias (David,
Keith,
1985). Gibson, James L. et.al., (1982)
menerangkan
bahwa kepemimpinan adalah
konsep
yang lebih sempit daripada
manajemen.
Manajer dalam organisasi formal
bertanggung
jawab dan dipercaya dalam
melaksanakan
fungsi manajemen. Pemimpin
kadang
terdapat pada kelompok informal,
sehingga
tidak selalu bertanggung jawab atas
fungsi-fungsi
manajemen. Seorang manajer
yang
ingin berhasil maka dituntut untuk
memiliki
kepemimpinan yang efektif.
Bagaimana
usaha seorang pemimpin
untuk
mempengaruhi orang lain atau agar
bawahan
mengikuti apa yang diperintahkan
akan
sangat tergantung dari gaya
kepemimpinan
yang digunakan. Namun
demikian
tidak ada gaya kepemimpinan yang
efektif
berlaku umum untuk segala situasi
(Gibson,
James L. et.al., (1982).
Gaya
kepemimpinan menurut Davis,
Keith.
(1985) adalah pola tindakan pemimpin
secara
keseluruhan seperti yang dipersepsikan
oleh
para pegawainya. Gaya kepemimpinan
mewakili
filsafat, ketrampilan, dan sikap
pemimpin
dalam politik.
Terdapat
3 jenis gaya kepemimpinan
(leadership
style) yang sangat berpengaruh
terhadap
efektivitas seorang pemimpin yaitu
gaya
autokratis, demokratis/partisipatif, dan
bebas
kendali (Reksohadirpodjo, S dan T.
Hani
Handoko. 1986; David. Keith, 1985).
Penelitian
tentang gaya kepemimpinan
dilakukan
oleh Sutanto, Eddy Madiono dan
Budhi
Setiawan (…) untuk menguji gayakepemimpinan yang efektif di Toserba Sinar
Mas,
Sidoarjo, dari penelitian tersebut
diketahui
adanya hubungan antara gaya
kepemimpinan
dengan semangat dan
kegairahan
kerja. Diungkapkan pula bahwa
gaya
kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi
dan
kondisi (Contingency). Indikasi turunnya
semangat
dan kegairahan kerja ditunjukkan
dengan
tingginya tingkat absensi dan perpindahan pegawai. Hal itu timbul sebagai
akibat
dari
kepemimpinan yang tidak disenangi.
Perilaku
pemimpin merupakan salah
satu
faktor penting yang dapat mempengaruhi
kepuasan
kerja. Menurut Miller et al. (1991)
menunjukkan
bahwa gaya kepemimpinan
mempunyai
hubungan yang positif terhadap
kepuasan
kerja para pegawai. Hasil penelitian
Gruenberg
(1980) diperoleh bahwa hubungan
yang
akrab dan saling tolong-menolong dengan teman sekerja serta penyelia adalah
sangat
penting dan memiliki hubungan kuat
dengan
kepuasan kerja dan tidak ada kaitannya dengan keadaan tempat kerja serta
jenis
pekerjaan.
Salah
satu faktor yang menyebabkan
ketidakpuasan
kerja ialah sifat penyelia yang
tidak
mau mendengar keluhan dan pandangan
pekerja
dan mau membantu apabila diperlukan
(Pinder,
1984). Hal ini dibuktikan oleh Blakely
(1993)
dimana pekerja yang menerima
penghargaan
dari penyelia yang lebih tinggi dibandngkan dengan penilaian mereka sendiri
akan
lebih puas, akan tetapi penyeliaan yang
terlalu
ketat akan menyebabkan tingkat kepuasan yang rendah (King et al.,1982).
Rumusan
Masalah :
1.apakah
terdapat pengaruh antara imbalan dengan kepuasan kerja karyawan
2.apakah
terdapat pengaruh antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja karyawan
Tujuan
Peneliatian :
1.untuk
mengetahui apakah imbalan berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan
2.
untuk mengetahui apakah gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja
karyawan
D.PEMBAHASAN
Jumlah
sampel penelitian adalah sebanyak 126 responden dari populasi 184
pegawai
di kantor Balai Besar Industri Hasil
Pertanian
Bogor (BBIHP).
Jumlah
sampel (size of samples)
ditentukan
berdasarkan pada perhitungan dari
rumus
Slovin dengan tingkat kesalahan yang
ditoleransi
sebesar 5%.
Teknik
pengambilan sampel dilakukan
dengan
metode Proporsionate Stratified Random
Sampling (sample acak terstratifikasi secara proporsional) yaitu teknik
pengambilan
sampel
untuk populasi yang heterogen dan
berstrata
(Sugiyono, 2002).
Strata
akan ditentukan berdasarkan unit
organisasi
yang ada di BBIHP. Penentuan
strata
tersebut didasarkan pada asumsi bahwa
pegawai
di dalam unit kerja akan menerima
imbalan
yang berbeda serta gaya kepemimpinan atasan yang berbeda pula.
Pengumpulan
data dilakukan pada bulan Desember 2002 sampai Januari 2003.
Data
yang diperoleh selanjutnya diolah dan
dianalisis
dengan teknik statistik parametrik.
Pelaksanaan
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen daftar
pertanyaan
(Questioner) yang isinya dibagi
kedalam
4 kelompok pertanyaan yaitu :
1.
Kelompok A berisi pertanyaan untuk data
responden
yang jumlahnya sebanyak 7
butir
pertanyaan bersifat tertutup dan terbuka.
2.
Kelompok B berisi pernyataan aspek sistem imbalan, berisi 20 butir
pernyataan.
3.
Kelompok C berisi pernyataan aspek gaya
kepemimpinan,
berisi 20 butir pernyataan.
4.
Kelompok D berisi aspek kepuasan kerja
yang
merupakan butir-butir pernyataan JSI
(Job
satisfaction Index) sebanyak 25 butir.
Responden
diminta untuk mengisikan
angka
(score) 1-5 pada setiap butir penyataan
dalam
bagian B, C dan D kuesioner. Setiap
butir
pernyataan dalam angket tersebut akan
diberi
nilai oleh responden sbb:
Angka
1 = sama sekali salah,
Angka
2 = salah,
Angka
3 = ragu-ragu,
Angka
4 = benar, dan
Angka
5 = benar sekali.
Data
yang berasal dari kuesioner selanjutnya ditabulasikan dan dijumlahkan
skornya
untuk masing-masing variabel. Kemudian hasil tabulasi tersebut diolah,
dianalisis
dan
diinterpretasikan.
Untuk
memudahkan pengolahan data
kuantitatif
digunakan paket program komputer
SPSS
(Statistical Product and Service Solutions) Versi 11
Untuk
memeriksa kenormalan data dapat ditelusuri melalui Casewise Diagnostic terhadap
variabel Kepuasan Kerja. Syarat data
berada
pada distribusi normal jika standar
residualnya
berkisar pada : –1,96<
Std.Residual
< 1,96.
Casewise
Diagnostic dilakukan sebanyak 9 kali dengan case number yang tersisa sebanyak
94 reponden dan kesemuanya
berada
pada distribusi normal.
Untuk
mengetahui ada tidaknya kolinearitas antarvariabel bebas dilakukan melalui
uji
collinearity seperti disajikan pada tabel 3.
Pada
Tabel 3 nilai tolerance pada variabel imbalan dan kepemimpinan masing-masing
adalah
0,964 berarti nilainya lebih besar dari
0,0001
sedangkan VIF (variance inflation factors) atau 1/Tolerance adalah 1,038
nilainya
lebih
kecil dari 5, sehingga dapat dikatakan
kedua
variabel di atas sudah memenuhi syarat
untuk
dimasukkan ke dalam model.
Uji
otokorelasi dilakukan melalui uji
Durbin
Watson dengan ketentuan suatu regresi tidak terjadi otokorelasi jika d >
dL.
Nilai
Durbin Watson (d) hasil pengolahan SPSS (Statistical Product and Service
Solutions)
adalah = 2,163, sedangkan batas
bawah
Durbin Watson pada n = 94, significance
= 0,05, k = 2; dimana nilai dL = 1,62.
Maka
galat nilai-nilai pengamatan bersifat bebas (tidak terjadi otokorelasi) karena
d > dL
atau
2,16 > 1,62.
Scatterplot
yang menghubungkan
antara Regression Standardized Predicted
Value
dengan Regression Studentized Delete
(Press)
Residual serta Scatterplot Regression
Standardized
Predicted Value dari variabel Y
(Kepuasan
kerja) memperlihatkan bahwa variance disepanjang garis adalah seragam atau
konstan
yang mengandung arti tidak terjadi
heteroscedastic.
Model
Regresi Linier Berganda
Dari
hasil pengolahan data melalui Program SPSS Ver. 11,5 terhadap data hasil
penelitian
(dengan n=94) diperoleh model Regresi Linier Berganda sebagai berikut :
1
2
Y
= 49,964 + 0,412X + 0,355 X
(
Dimana
:
Ŷ
= Dugaan total skor kepuasan kerja,
X1
= Variabel imbalan;
X2
= Variabel gaya kepemimpinan.
Nilai
constanta (ßo) adalah 49,964 yang
mengandung
arti bahwa total skor kepuasan
kerja
sebesar 49,96 jika skor X1 dan X2 = 0.
Nilai
koefisien X1 (ß1) sebesar 0,412 artinya untuk setiap kenaikan 1 skor variabel
imbalan akan meningkatkan skor kepuasan kerja
sebesar
0,412.
Nilai
koefisien X2 (ß2 ) sebesar 0,355
yang
berarti untuk setiap kenaikan 1 skor gaya
kepemimpinan
akan meningkatkan skor
kepuasan
kerja sebesar 0,355.
Uji
Keberartian Persamaan Regresi
Untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara variabel terikat (kepuasan kerja)
dengan
variabel bebas (imbalan dan gaya kepemimpinan) dilakukan melalui uji F.
Diketahui
F-tabel pada tingkat signifikan
5%
dan derajat bebas V1 = 2; V2 = (94-2-1=91)
atau
(F0,05, 2,91) = 3,098. Dan nilai F-hitungnya
F-hitung
= 58,97 lebih besar dari F-tabel
=
3,098 dan nilai probabilitasnya (Sig) 0,000
lebih
kecil dari 0,05 yang berarti vaiabel imbalan dan gaya kepemimpinan atau salah
satunya
mempunyai pengaruh terhadap
kepuasan
kerja.
Koefisien
korelasi berganda (R) bernilai
0,751
setelah dikonsultasikan dengan tabel R
pada
df 94 dan α = 0,05 adalah 0,207 maka
variabel
X1 dan X2 berkorelasi positif secara
signifikan.
R
Square (koefisien determinasi)
nilainya
sebesar 0,564 yang berarti 56,4% dari
total
variasi kepuasan kerja (Y) disebabkan
oleh
hubungan regresi berganda antara Y
dengan
variabel imbalan (X1) dan gaya kepemimpinan (X2). Sisanya sebesar 43,6%
disebabkan
oleh faktor-faktor lain seperti : lingkungan pekerjaan, hubungan dengan teman
sekerja,
jenis pekerjaan, kondisi kerja, pengawasan, promosi jabatan, dan lain-lain.
Pengaruh
Variabel Bebas Terhadap Variabel Tergantung
Hasil
pengolahan data dengan SPSS
memperlihatkan
koefisien regresi berganda
dan
tingkat signifikansi terlihat pada Tabel 6.
Perhatikan
nilai t-hitung untuk variabel
Imbalan
sebesar 7,509 lebih besar dari nilai ttabelnya 1,98. Perhatikan pula kolom
Sig.(Significance)
bernilai 0,000 lebih kecil dari
0,05
berarti variabel imbalan memiliki
pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.
Pada
Tabel 6 di atas nilai t-hitung untuk
variabel
kepemimpinan sebesar 6,274 lebih
besar
dari nilai t-tabel 1,98. Perhatikan pula
kolom
Sig. (Significance) bernilai 0,000 lebih
kecil
dari 0,05 berarti variabel gaya kepemimpinan memiliki pengaruh signifikan
terhadap
kepuasan
kerja. Hubungan antara variabel
gaya
kepemimpinan dengan variabel
kepuasan
kerja ditunjukkan pula oleh koefisien
korelasi
partialnya sebesar 0,5495 (variabel
imbalan
sebagai kontrol). Nilai tersebut
signifikan
karena nilai probabilitasnya < 0,05.
Interpretasi
Hasil Penelitian
Imbalan
seperti telah dijelaskan pada
Studi
Pustaka, adalah pemberian kepada
pegawai
atau sesuatu yang diterima pegawai
sebagai
balas jasa atas prestasi yang telah
diberikan
oleh pegawai kepada organisasi.
Beberapa
hasil penelitian yang
dilakukan
oleh Kalleberg (1974), Locke, E.A.
(1973),
Ronen et al (1973), Vroom, V.H.
(1964),
Lawler, E.E. and Porter, L.W. (1966)
menyimpulkan
terdapat hubungan yang
signifikan
antara imbalan ekstrinsik terutama
gaji
dengan kepuasan kerja.
Demikian
juga dari hasil penelitian
terhadap
pegawai yang dilakukan di BBIHP
Bogor
diketahui bahwa antara imbalan yang
diterima
pegawai dengan kepuasan kerjanya
memiliki
hubungan signifikan, dengan koefisien
korelasi
partial 0,6185, dan koefisien beta
sebesar
0,529.
Skor
rata-rata variabel imbalan adalah
47,325.
Bila kita bandingkan dengan total skor
dari
berbagai alternatif jawaban seperti tercantum pada Tabel 7, maka dapat
disimpulkan
bahwa
persepsi pegawai terhadap imbalan
yang
diterima saat ini rata-rata menjawab masih di bawah cukup (3).
Gaya
kepemimpinan adalah pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti
yang
dipersepsikan oleh para pegawainya
(Davis,
Keith, 1985). Hasil penelitian Miller et
al.
(1991), Gruenberg (1980) (Pinder,1984),
Blakely
(1993) dan King et al.,(1982) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan/pengaruh
signifikan
antara gaya kepemimpinan dengan
kepuasan
kerja.
Penelitian
yang dilakukan di BBIHP terhadap gaya kepemimpinan juga menunjukkan
adanya
hubungan yang signifikan antara gaya
kepemimpinan
dengan kepuasan kerja. Nilai
korelasi
partial 0,5495 dengan nilai probabilitasnya 0,000 lebih kecil 0,05
(signifikan).
Total
skor rata-rata dari jawaban responden
terhadap masing-masing gaya kepemimpinan antara lain : gaya otoriter 370,33,
gaya
partisipatif 373,38 dan gaya bebas
kendali 329. Dengan demikian gaya kepemimpinan yang menonjol (dominan) di BBIHP
adalah gaya demokratis/partisipatif, kemudian
gaya
otoriter. Penilaian gaya kepemimpinan
tersebut
diberikan oleh responden dalam
mempersepsikan
atasan langsungnya.
Kepuasan
kerja merupakan suasana
psikologis
yang dirasakan oleh para pegawai
terhadap
pekerjaannya, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan.
Penelitian
terhadap kepuasan kerja terhadap pegawai BBIHP menunjukkan skor ratarata =
90,33. Jika angka tersebut dibagi dengan jumlah pertanyaan (25 butir) akan
diperoleh
skor 3,613. Angka tersebut merupakan indeks kepuasan kerjanya.
Indeks
kepuasan kerja dapat pula dihitung melalui persamaan sbb :
Interpretasi
terhadap skor untuk : 1 =
sangat
tidak puas, 2 = tidak puas, 3 = cukup
puas,
4 = puas, 5 = sangat puas.
Dengan
demikian Job satisfaction Index
pegawai
BBIHP berada diantara cukup puas
dan
puas.
KESIMPULAN
Dari
pembahasan hasil penelitian sebagaimana yang diuraikan di atas maka dapat
disimpulkan
sebagai berikut :
1.
Terdapat hubungan dan pengaruh signifikan antara variabel imbalan dengan
kepuasan
kerja pegawai BBIHP yang diperlihatkan oleh koefisien korelasi partial
sebesar
0,619. Koefisien regresi (ß1) X1
sebesar
0,412.
2.
Terdapat hubungan dan pengaruh signifikan antara variabel gaya kepemimpinan
dengan
kepuasan kerja pegawai BBIHP
yang
diperlihatkan oleh koefisien korelasi
partial
sebesar 0,549. Koefisien regresi
(ß2)
X2 sebesar 0,355.
3.
Terdapat hubungan dan pengaruh signifikan antara variabel imbalan dan gaya
kepemimpinan terhadap kepuasan kerja
pegawai
BBIHP Bogor yang diperlihatkan
oleh
koefisien korelasi berganda sebesar
0,751.
Sedangkan R Square sebesar
0,564
yang berarti 56,4% dari total variasi
kepuasan
kerja (Y) disebabkan oleh huDari pembahasan hasil penelitian sebagaimana yang
diuraikan di atas maka dapat
disimpulkan
sebagai berikut :
1.
Terdapat hubungan dan pengaruh signifikan antara variabel imbalan dengan
kepuasan
kerja pegawai BBIHP yang diperlihatkan oleh koefisien korelasi partial
sebesar
0,619. Koefisien regresi (ß1) X1
sebesar
0,412.
2.
Terdapat hubungan dan pengaruh signifikan antara variabel gaya kepemimpinan
dengan
kepuasan kerja pegawai BBIHP
yang
diperlihatkan oleh koefisien korelasi
partial
sebesar 0,549. Koefisien regresi
(ß2)
X2 sebesar 0,355.
3.
Terdapat hubungan dan pengaruh signifikan antara variabel imbalan dan gaya
kepemimpinan terhadap kepuasan kerja
pegawai
BBIHP Bogor yang diperlihatkan
oleh
koefisien korelasi berganda sebesar
0,751.
Sedangkan R Square sebesar
0,564
yang berarti 56,4% dari total variasi
kepuasan
kerja (Y) disebabkan oleh hubungan regresi berganda antara Y dengan
variabel
imbalan (X1) dan gaya kepemimpinan (X2.). Sisanya sebesar 43,6%
disebabkan
oleh faktor-faktor lain di luar
model
seperti faktor lingkungan pekerjaan,
hubungan
dengan teman sekerja, jenis
pekerjaan,
kondisi kerja, pengawasan,
promosi
jabatan, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M.A.Roshidi (1999). Pengaruh
Iklim
Organisasi ke Atas Kepuasan Kerja
GuruGuru Sekolah Menengah : Kajian Kes
di
Daerah Padang Terap, Kedah, Tesis
Sarjana Sains Fakulti Sains Kognitif dan
Pembangunan Manusia Universiti
Malaysia Sarawak
Indra, Hary. (..). “Analisis Faktor
– Faktor yang
Mempengaruhi Kepuasan Kerja Pegawai
PT X”. Jurnal The Winners Vol.
0802-0200
http://www.binus.ac.id
/research/jurnal/jurnal_winners_4.html.
Reksohadiprodjo, S. dan T. Hani H.
(1986).
Teori dan Perilaku Organisasi Perusahaan.
Ed. 2, BPFE Yogyakarta.
Siahaan, E.E. Edison. (2002).
Kepuasan Kerja
dan Produktivitas Pegawai.
http://www.nakertrans.go.id/berita_mass_media/B_Tena
gakerja/2002/Oktober/MMTK021031a.html
Sugiyono. (2002). Metode Penelitian
Administrasi. Penerbit Alfabeta, Bandung.
Sutanto, Eddy Madiono dan Budhi S
Sutanto, Eddy Madiono dan Budhi
Setiawan
(…). “Peranan Gaya Kepemimpinan
yang
Efektif dalam Upaya Meningkatkan
Semangat dan Kegairahan Kerja Pegawai di
Toserba Sinar Mas Sidoarjo”.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar