Rabu, 10 Desember 2014

Etika Bisnis (Kasus Keadilan dalam bisnis )

1. Keadilan terhadap Karyawan
Perlakuan yang adil oleh manajemen perusahaan terhadap karyawan akan menumbuhkan sikap positif dalam perusahaan maupun bekerja. Semakin adil perusahaan memperlakukan karyawan, komitmen dan kinerja karyawan semakin tinggi.

Karyawan menghendaki perlakuan adil baik dari sisi distribusi dan prosedur atau dikenal keadilan distributif dan keadilan prosedural. Ketika para karyawan merasa diperlakukan adil, dalam jiwa mereka akan tumbuh dua jenis outcomes berupa kepuasaan dan komitmen kerja.
Apabila para karyawan menilai perlakuan yang mereka terima adil, maka hal ini akan berpengaruh pada dua jenis hasil, yaitu kepuasan karyawan dan komitmen karyawan. Semakin tinggi mereka mempersepsikan keadilan suatu kebijakan atau praktik manajemen, maka ini akan berdampak pada peningkatan kepuasan dan komitmen karyawan (Heru Kurnianto Tjahjono: Pikiran Rakyat, 14 Juli 2009).
Perusahaan atau organisasi yang baik akan mengeluarkan kebijakan yang mendorong karyawan berkomitmen dan merasa dalam lingkungan yang diperlakukan secara adil oleh manajemen perusahaan atau organisasi tersebut.
Heru Kurnianto menyatakan, karyawan menghendaki perlakuan adil, baik dari sisi distribusi dan prosedur atau dikenal keadilan distributif dan keadilan prosedural. Ketika para karyawan merasa diperlakukan adil, dalam jiwa mereka akan tumbuh dua jenis outcome berupa kepuasan dan komitmen kerja.
Keadilan terhadap karyawan bukan berarti tidak boleh menurunkan gaji karyawan. Hal itu boleh saja dilakukan asal dilakukan dengan seadil-adilnya. Pemimpin perusahaan KLA Instrumen, Ken Levy menggunakan prinsip keadilan yang saya maksud, ketika perusahaan tersebut mengalami kesulitan. Ia mengatakan dalam suatu rapat ”Pada hari ini saya menghendaki gaji karyawan dipotong 10 %, tetapi karena saya mendapat gaji myang paling besar, maka saya mohon dipotong 20 %”. Diluar dugaan, orang yang menghadiri rapat tersebut bukannya menjadi kesal karena pemotongan itu, tetapi mereka sepakat dan karyawan tetap bekerja keras. Moral karyawan bukan menurun, tetapi justru meningkat tajam, karena pemimpinnya menggunakan prinsip keadilan.

2. Keadilan terhadap Masyarakat
Berdirinya perusahaan apalagi yang berupa manufaktur tentu akan memberikan dampak terhadap kepada masyarakat sekitar. Baik itu positif atau negatif. Contohnya lalu larang kendaraan perusahaan dan bahan baku tentu akan mengganggu masyarakat yang biasa tenang dan nyaman. Tentu masyarakat merasa tidak adil terhadap hal ini.

Disinilah fungsi perusahaan sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab sosial diharapkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyediakan sarana kesehatan bagi masyarakat sekitar, menyediakan kuota karyawan yang berasal dari daerah sekitar perusahaan, dan terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya.

Dengan begini tanpa disadari umpan balik dari perlakuan ini tentu juga akan dirasakan oleh perusahaan.

3. Keadilan terhadap Pesaing
Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya pesaing kita akan terhambat dalam melakukan kegiatan bisnis. Tapi disisi lain dengan adanya pesaing perusahaan kita akan tumbuh menjadi perusahaan yang kreatif dan selalu menciptakan inovasi agar menang dalam persaingan merebut pelanggan.

Persaingan adalah “adrenalin” -nya bisnis. Ia menghasilkan dunia usaha yang dinamis dan terus berusaha menghasilkan yang terbaik. Namun persaingan haruslah adil dengan aturan-aturan yang jelas dan berlaku bagi semua orang. Memenangkan persaingan bukan berarti mematikan saingan atau pesaing. Dengan demikian persaingan harus diatur agar selalu ada, dan dilakukan di antara kekuatan-kekuatan yang kurang lebih seimbang.

4. Keadilan terhadap Pelanggan
Dapat ditunjukkan dengan layanan purna jual yang baik, kualitas produk yang terjamin, dan adanya perlindungan terhadap hak-hak pelanggan.

Banyak kasus yang terjadi yang termasuk tindakan yang tidak menunjukkan keadilan terhadap pelanggan. Kasus Tylenol Johnson & Johnson salah satunya, kasus penarikan Tylenol oleh Johnson & Johnson dapat dilihat sebagai bagian dari etika perusahaan yang menjunjung tinggi keselamatan konsumen di atas segalanya, termasuk keuntungan perusahaan. Johnson & Johnson segera mengambil tindakan intuk mengatasi masalahnya. Dengan bertindak cepat dan melindungi kepentingan konsumennya, berarti perusahaan telah menjaga trustnya.

Berbeda dengan kasus obat anti nyamuk Hit. Pada kasus Hit, meskipun perusahaan telah meminta maaf dan berjanji untuk menarik produknya, ada kesan permintaan maaf itu klise. Penarikan produk yang kandungannya bisa menyebabkan kanker tersebut terkesan tidak sungguh-sungguh dilakukan. Produk berbahaya itu masih beredar di pasaran.

Hit merupakan contoh yang kurang baik dalam menangani masalahnya. Paradigma yang benar yaitu seharusnya perusahaan memperhatikan adanya hubungan sinergi antara etika dan laba. Di era kompetisi yang ketat ini, reputasi baik merupakan sebuah manfaat kompetitif yang harus dipertahankan. Dalam jangka panjang, apabila perusahaan meletakkan keselamatan konsumen di atas kepentingan perusahaan maka akan berbuah keuntungan yang lebih besar bagi perusahaan.

5. Keadilan terhadap Pemegang Saham dan Pemerintah
Skandal Enron, Worldcom dan perusahaan-perusahaan besar di AS, Worldcom terlibat rekayasa laporan keuangan milyaran dollar AS. Dalam pembukuannya Worldcom mengumumkan laba sebesar USD 3,8 milyar antara Januari 2001 dan Maret 2002. Hal itu bisa terjadi karena rekayasa akuntansi. Penipuan ini telah menenggelamkan kepercayaan investor terhadap korporasi AS dan menyebabkan harga saham dunia menurun serentak di akhir Juni 2002. Dalam perkembangannya, Scott Sullifan (CFO) dituduh telah melakukan tindakan kriminal di bidang keuangan dengan kemungkinan hukuman 10 tahun penjara. Pada saat itu, para investor memilih untuk menghentikan atau mengurangi aktivitasnya di bursa saham.

Dugaan penggelapan pajak IM3 diduga melakukan penggelapan pajak dengan cara memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai ( SPT Masa PPN) ke kantor pajak untuk tahun buku Desember 2001 dan Desember 2002. Jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, dapat direstitusi atau ditarik kembali. Karena itu, IM3 melakukan restitusi sebesar Rp 65,7 miliar. 750 penanam modal asing (PMA) terindikasi tidak membayar pajak dengan cara melaporkan rugi selama lima tahun terakhir secara berturut-turut. Hal tersebut merugikan banyak pihak dan pemerintah. Korporasi multinasional yang secara sengaja terbukti tidak memenuhi kewajiban ekonomi, hukum, dan sosialnya bisa dicabut izin operasinya dan dilarang beroperasi di negara berkembang.

Tindakan yang awalnya bertujuan untuk meraup keuntungan lebih yang dilakukan tanpa pertimbangan dan melanggar etika akan berdampak besar terhadap keberlangsungan perusahaan.
 

Kesimpulan
Bisnis adil adalah suatu bentuk etika bisnis. Etika yang mempertanyakan, “Bagaimana kondisi pekerja, bagaimana barang dibuat, bagaimana pula barang diperdagangkan.” Fair trade juga ‘gerakan konsumen’ sebab tanpa ada konsumen tidak akan ada transaksi. Peranan konsumen yang secara kritis dan peduli terhadap nasib para pekerja, produsen maupun lingkungan hidup, akan mendorong terwujudnya bisnis adil. Adil untuk para pekerja dalam mendapatkan upah dan kondisi kerja yang layak. Adil untuk para produsen untuk mendapatkan harga dan keuntungan yang wajar. Adil untuk lingkungan agar mendapat perlindungan yang cukup. Adil untuk konsumen agar mendapat produk yang baik, kualitas sesuai yang dibayar dan tidak membahayakan kesehatan.

Di dalam dunia nyata, bisnis yang selalu berbicara tentang efisiensi, kecepatan, ketepatan, kesederhanaan, dan terbaik, kelihatannya cita-cita dari bisnis adil akan mendapat kesulitan. Dalam hal ini bukan berarti bisnis mengesampingkan nilai-nilai keadilan. Hanya ada perbedaan sederhana namun sifatnya mendasar. Bisnis berbicara memandang sesuatu berdasarkan tujuan utama dan manfaatnya, bisnis adil berbicara ideal. Bisnis dikejar-kejar persaingan demi keuntungan, bisnis adil sejalan dengan norma-norma keadilan bagi semua.

Dari beberapa contoh kasus di atas kita tahu bahwa keadilan, petilaku etis dan kepercayaan dapat mempengaruhi operasi perusahaan. Kunci utama kesuksesan bisnis adalah reputasinya sebagai pengusaha yang memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain.

Perilaku tidak etis khususnya yang berkaitan dengan skandal keuangan berimbas pada menurunnya aktivitas dan kepercayaan investor terhadap bursa saham dunia yang mengakibatkan jatuhnya harga-harga saham.

Lalu dimana titik temu antara bisnis nyata dengan bisnis adil? Jawabannya disebuah titik bernama aturan (undang-undang). Kepastian undang-undang yang mengatur keseluruhan proses bisnis. Kejelasan undang-undang untuk memberi apresiasi bisnis yang manusia, dan kejelasan hukuman bagi pihak yang melanggar etika bisnis.
Semoga bisnis adil menjadi sebuah kenyataan, tidak sekedar retorika yang menarik untuk didiskusikan namun tersendat dalam pelaksanaannya.


Sumber : http://m31ly.wordpress.com/2009/11/13/6/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar